Bertobatlah! (Renungan Pagi: 14 Februari 2018)

Written by on Februari 13, 2018

Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Ungkapan ini sering kita dengar ketika memasuki masa prapaskah. Ungkapan ini mengajak kita untuk membuka hati pada jalan pertobatan. Nabi Yoel dalam pewartaannya menyerukan pertobatan kepada orang Israel, dengan berkata: “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia”. Seruan ini menandakan bahwa pertobatan tidak ada artinya tanpa ada hati yang penuh sesal. Pertobatan adalah awal yang mengubah untuk suatu hidup baru yang ditandai dengan perubahan dari dalam diri sendiri. Rabu Abu yang mengawali masa puasa ditandai dengan upacara pemberian abu di dahi. Abu memiliki makna simbolik sebagai barang yang dianggap remeh, tidak berharga, tanda perkabungan tetapi sekaligus menjadi ungkapan sesal dan tobat. Selain itu abu menjadi lambang akan ketakabadian dalam hidup ini.

Injil hari ini mengisahkan Yesus yang mengajarkan setiap orang untuk tidak menjadikan puasa sebagai beban. Tindakan memberi sedekah, berdoa atau berpuasa, hendaknya dilakukan dengan tulus hati, bukan untuk mendapat pujian dari orang lain melainkan untuk membangun kehidupan rohani. Yesus bersabda: “Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik” (ayat 6:16a). Yesus mengajarkan kepada para murid agar tidak seperti “orang munafik” yang bersedekah dengan tujuan agar dipuji orang, yang berdoa di tempat-tempat umum agar dilihat orang dan yang berpuasa dengan memasang wajah muram. Yesus menghendaki agar sikap dan perbuatan baik adalah tindakan tulus tanpa ada kepentingan lain.

Mengawali masa puasa dan pantang kiranya ditandai dengan pengorbanan diri dan bermati raga. Masa puasa ini mengajak kita berdoa dan berderma dengan melakukan Aksi Puasa Pembangunan. Aksi nyata itu di antaranya berupa kegiatan fisik dengan bekerja bersama masyarakat, menyisihkan sebagian harta atau uang untuk orang miskin dan berkekurangan, serta mengikuti pendalaman iman. Masa puasa bukanlah menjadi awal yang sudah biasa, tetapi awal yang mengubah untuk menjadi murid Kristus yang sejati. Sehingga pertobatan yang sejati seyogjanya ditandai dengan sikap hidup yang baru, seperti yang dikehendaki oleh Yesus. Kita tidak menjadi orang munafik melainkan menjadi murid Kristus. Murid yang tulus hati dalam menjalankan kehendak Tuhan dengan bertobat dan percaya pada Injil.


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *



Current track

Title

Artist

Background